Senin, 03 Juni 2019

Hukum Pernikahan Dini dalam Pandangan Alqur'an

| Senin, 03 Juni 2019
Pernikahan dini atau nikah di bawah usia pernikahan yang diperbolehkan hukum Indonesia dikaji dan menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Bagaimana pandangan Islam terhadap pernikahan dini? Artikel ini merupakan opini dari penulis tamu sekolahoke.com

Pernikahan Dini Dan Perspektif Al-Quran
Penulis: Muhammad Sukri Fauzi Lubis
E-mail: fauzilubis.0101.15.01579@gmail.com

Pernikahan dini merupakan salah satu istilah yang dibentuk dari dua kata, yaitu kata ‘pernikahan’ dan kata ‘dini’. Kata pernikahan dalam Bahasa Indonesia adalah kata benda (nominal) yang merupakan kata serapan dari Bahasa Arab yaitu nakaha, yankihu, nikahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nikah (pernikahan) atau perkawinan adalah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi), ( Departemen Pendidikan Nasional: 1990). dan Kata ‘dini’ adalah kata sifat yang artinya awal sekali, pagi sekali, sebelum waktunya. (tim prima).

Dan adapun Jika pernikahan dini dimaknai dengan pernikahan dalam usia remaja maka yang termasuk pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan pasangan yang berusia 11 sampai 24 tahun dengan pertimbangan sebagai berikut:

Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik)

Umumnya masyarakat Indonesia yang berumur 11 tahun sudah dianggap baligh baik menurut adat maupun menurut agama sehingga masyarakat tidak meperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial). Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa, 

Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimum untuk memberi kesempatan mereka mengembangkan jiwa setelah sebelumnya masih bergantung dengan orang tua

Adapun dalam Islam sebagai pedoman hidup bagi manusia dalam menuju kebahagiaan hakiki, baik kebahagiaan duniawi maupun ukhrawi (akherat), memberikan berbagai petunjuk dan aturan dalam mencapai kebahagiaan hidup. 

Dalam Alquran disebutkan bahwa, dalam pernikahan ada kebahagiaan (sakinah). Dari perkawinan ini diharapkan akan dapat terbentuk keluarga yang terdiri dari suami- istri dalam rangka mendapatkan keturunan, ketentraman dan kedamaian, (M. Quraish Shihab : 1996).

Dengan demikian inti dari suatu perkawinan sebetulnya ialah membangun keluarga yang bahagia, harmonis dan tentram. Landasannya ialah saling mencintai dan saling kasih mengasihi. Sehingga dalam keluarga hendaknya saling asih, asah dan asuh dan saling menerima.

Adapun hukum perkawinan jika kita lihat dari kacamata islam mempunyai aturan yang sangat menjaga harga diri dari seorang manusia,sehingga ketika hendak melakukan pernikahan perlu ditilik tujuan dari pernikahan itu sendiri,dan adapun hukum dari perkawinan itu sendiri adalah:

Hukum wajib

Wajib Perkawinan berhukum wajib bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya tidak kawin.

Hukum sunnah

Sunnat Perkawinan itu hukumnya sunnat menurut pendapat jumhur ulama’.( Al-Mawardi : 1998). Yaitu bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan perkawinan tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina .

Hukum haram

Haram Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga, sehingga apabila dalam melangsungkan perkawinan akan terlantarlah diri dan istrinya. Termasuk juga jika seseorang kawin dengan maksud untuk menelantarkan orang lain, masalah wanita yang dikawini tidak di urus hanya agar wanita tersebut tidak dapat kawin dengan orang lain. 

Hukum makruh

Makruh Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hanya saja orang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban sebagai suami istri yang baik. 

Hukum mubah

Mubah Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri. Perkawinan orang tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga yang sejahtera.

Dari penjelasan ini dapat di simpulkan bahwa hukum pernikahan dini dalam porfekstip al-quran tidak ada aturan yang mengikat selama tujuan dari pernikahan itu sendiri tidak beranjak ke sesuatu yang menyebabkan pernikahan itu jadi batal.

Baca juga: Pernikahan Dini Menurut Psikologi

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar