Minggu, 03 Maret 2013

Mengapa Sekolah di Pondok Pesantren Terkesan Maen-maen?

| Minggu, 03 Maret 2013
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan non formal. Disana para siswa (santri) belajar ilmu agama, belajar kitab dan hukum islam.

Namun, memasuki era baru, pondok pesantren mulai merubah arah pendidikan. Ini ditandai dengan adanya sekolah formal yang bernaung di bawah yayasan pondok pesantren.

Pondok pesantren besar seperti Gontor dan Nurul Jadid berubah menjadi lembaga pendidikan yang menopang pendidikan agama dan pendidikan umum berjalan bersama.

Hal ini memicu banyak pondok pesantren melakukan hal serupa. Ribuan pondok pesantren mulai mendirikan sekolah sebagai sarana menyeimbangkan ilmu agama dan umum.

Akan tetapi perjalanan tidak mulus. Pondok pesantren ini mengalami banyak kendala. Utamanya dalam hal teknis dan manajemen.

Ada sekolah pondok pesantren yang disebut sekolah 89. Masuk jam 8 pagi, pulang jam 9 pagi. Ada juga yang dipanggil kelas instant. Masuk siang, pulang pagi. Masuknya siang sekitar jam 8 lewat, pulangnya tidak sampek jam 11.

Mengapa demikian?

Sekolah yang ada di pondok pesantren tidak diimbangi dengan perencanaan keuangan yang baik. Sekolah tersebut masih mengandalkan dana bantuan pemerintah seperti BOS, BSM dan dana hibah.

Akibatnya, mereka kesulitan untuk membuat anggaran belanja sekolah. Anggaran biaya operasional seperti gaji guru dan perawatan sekolah menjadi tidak maksimal.

Kalau biaya operasional tidak memadai, alamat manajemen berjalan tidak terarah. Kepala sekolah menjadi tak berdaya untuk membentuk manajemen yang proporsional.

Sekolah menjadi sekolah maenan. Siswa datang, tidak ada guru mengajar. Akhirnya pulang sebelum waktunya.

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar