Sekolah adalah bagian dari dunia manusia di era sekarang ini. Rasanya kurang lengkap kehidupan ini andai kata kita, saudara-saudara kita, anak cucu kita tidak bisa merasakan dunia sekolah. Sekolah bukan hanya menjadi tempat dan lingkungan untuk menuntut ilmu bagi siswa-siswi nya. Namun sekolah sudah menjadi Trend dan bagian tangga kehidupan yang harus dilalui oleh generasi muda sekarang ini. Bahkan kalau boleh jujur, perusahaan dan tempat bekerja mana yang mau menerima karyawan dengan status tidak pernah bersekolah. Belum lagi klaim negatif dari masyarakat sekitar terhadap pemuda-pemudi yang tidak bersekolah. Namun bagaimana jika sekolah itu sendiri tidak lagi menjalankan perannya sebagai sarana untuk mendidik dan mengajar, namun telah berubah menjadi ladang bisnis bagi manusia-manusia yang mengatasnamakan para intelektual? Apakah seorang intelektual harus menjajah kaum-kaum non intelektual yang dengan lantangnya menyatakan bahwa pendidikan itu memang mahal? Bukankah manusia intelektual tahu betul menjajah berarti menindas, menindas berarti menghancurkan secara perlahan-lahan. Dan tak jarang masyarakat yang masih bisa bertahan dengan penindasan tersebut, akan tetap melaluinya. Namun bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu bertahan, akan hilang dengan sendirinya.
Taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengan pertama(SMP)/madrasah Tsanawiyah(MTs), sekolah menengah umum (SMU)/ madrasah Aliyah (MA) adalah bebarapa contoh sekolah yang ada di negara kita ini beberapa dekade yang lalu. Dengan biaya SPP yang terjangkau, namun masih sanggup melahirkan manusia-manusia intelektual di bumi nusantara kita ini. Manusia-manusia yang tidak hanya cerdas otaknya, namun juga mempunyai sopan santun dan tata krama yang bagus. Yang bisa menghargai guru-gurunya, dan bisa diterima di lingkungan masyarakat, dan bahkan tak jarang mempunyai peranan yang penting dalam struktur masyarakat.
Seiring perkembangan zaman, kemudian muncullah gagasan untuk membangun RSBI yaitu rintisan sekolah bertaraf internasioanal. Tentunya dengan optimistis diharapkan munculnya generasi muda yang lebih handal dan hebat. Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang dicanangkan dalam Pasal 50 Ayat (3) UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinilai tidak bertentangan dengan semangat UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasal tersebut menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu kesatuan pendidikan untuk pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Suyanto dalam sidang pleno Pengujian Undang-undang (PUU) UU 20/2003 tentang Sisdiknas. Menurut beliau, satuan pendidikan bertaraf internasional diwujudkan dalam bentuk RSBI. Selanjutnya, RSBI akan dikembangkan menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). "Ini bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang melampaui standar nasional pendidikan sehingga memiliki daya saing komparatif yang tinggi, termasuk kemampuan berbahasa asing." Namun apa dikata ketika kata rintisan telah berubah menjadi rintihan, betapa mahalnya SPP sekolah-sekolah yang berlabel RSBI namun minim hasil bahkan empety result. Belum lagi kucuran dana dari pemerintah dan pihak swasta lainnya yang mengalir ke sekolah berlabel RSBI. Besarnya dana yang masuk ternyata tidak seimbang dengan hasil yang didapat. Bahkan kemudian muncul pertanyaan, tidak tahukah aparat pemerintah kita yang berwenang dengan kondisi yang terjadi? Atau mereka tahu, namun pura-pura tidak tahu? Atau mereka tahu, mereka mau memberikan action atas apa yang terjadi, tapi lagi-lagi berpikir kenapa harus ikut campur terlalu dalam? Semua pertanyaan ini adalah real dan lumrah untuk dipertanyakan.
Mari kita pelajari lebih mendalam sistem RSBI ini!
- Apakah syarat untuk mendapatkan RSBI ini bergantung pada lobi si empunya sekolah? Jawabannya sudah pasti ya.
- Apakah harus Melengkapi dokumen-dokumen yang telah ditetapkan? Jelas ya. Meski harus penuh dengan kecurangan dalam panambahan dan pengurangan data.
- Apakah harus ada lobi uang? Sudah tentu ada, minimal untuk biaya transportasi dan hotel.
Itulah sedikit pertanyaan yang mewakili pertanyaan-pertanyaan berikutnya. Ternyata benar nasihat dari ajaran agama kita, semua yang dimulai dengan kebohongan, maka akan menuntun datangnya kebohongan-kebohongan yang lainnya. Sebagai contoh dari kebohongan ini adalah nantinya pada saat siswa-siswi dari sekolah RSBI menghadapi UN (ujian nasional) maka yang akan dipusingkan bukanlah siswa-siswinya. Namun si empunya. Why? Seandainya ada siswa atau siswi dari sekolah RSBI yang tidak lulus, maka malu sebagai sekolah RSBI sudah tentu akan datang, belum lagi label RSBI yang akan dipertanyakan oleh pihak pusat. Apalagi ketakutan akan berkurangnya siswa baru yang akan mendaftar di awal ajaran baru. Supaya hal ini tidak terjadi, maka segala cara akan dilakukan demi tidak ternodanya label RSBI. Kemudian Pendidikan yang pada hakekatnya adalah membantu peserta didik untuk menjadi generasi yang utuh, yang pandai dalam bidang pengetahuan, bermoral, berbudi luhur, peka terhadap orang lain, beriman, serta membawa misi untuk melibatkan peserta didik pada persoalan-persoalan konkrit yang dihadapi dalam masyarakat tentunya tidak akan pernah tercapai dan terlaksana.
RSBI yang diawal keberadaannya bertujuan kearah yang positif, namun karena lemahnya pengawasan tidak lagi sejalan dengan tujuannya. Belum lagi karna label RSBI, pihak sekolah dengan semena-mena menaikkan uang SPP setiap ajaran barunya. Dan tak jarang untuk menutupi kebobrokannya, komentar “sekolah disana saja uang SPP nya lebih tinggi dari kita, SPP kita ini murah dari yang lain.” Entah berapa banyak masyarakat yang menyandarkan cita-cita anaknya kepada sekolah RSBI. Tapi sudahkan harapan itu didapat. Jawabannya sudah tentu belum. Salahkan sistem RSBI? Jawabannya sudah tentu tidak. Sebagai orang intelektual mari bersama-sama kita luruskan lagi apa yang sudah dicita-citakan melalui RSBI ini. Tata ulanglah kembali 3 (tiga) unsur pendidikan kita disekolah, yaitu sistem yang ada disekolah, SDM guru-gurunya apakah sudah kompeten atau belum (kompeten bukan hanya melihat jurusan kuliah atau gelar si guru. Namun lihat apa yang bisa dihasilkannya dalam bidang yang diajarkannya. Bukankah Allah SWT sudah menganjurkan agar memberikan jabatan itu kepada si ahlinya, bukan si pemegang gelarnya), dan yang terakhir manusia yang akan dibentuk, dalam hal ini adalah siswanya. Selama ketiga unsur ini tidak dibangun dengan baik, maka akan masih banyak rintihan-rintihan itu terjadi. Cobalah sejenak kita merenung, kita hidup didunia ini hanya sebentar, kalaupun suatu saat kita harus mati, matilah dengan meninggalkan kebajikan. Sistem pendidikan negeri kita ini sudah terlalu keras rintihannya. Buat sistem pendidikan kita ini tersenyum kembali. Yakinlah kita pasti mampu selama kita mau untuk berubah.
_______________________________
*) Penulis adalah Tenaga Pengajar di SMK-RSBI Dumai dan Dosen di kampus AKRI Dumai-RIAU. Saat ini Sedang Mengikuti Program S2 di UIN Sultan Syarif Kasim Pekanbaru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar