Presiden terpilih, Jokowi beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 23 Oktober 2019 melantik menteri yang akan membantunya dalam pemerintahan.
Susunan menteri ini merupakan hasil perpaduan antara politisi dan non birokrasi. Beberapa pos menteri diisi oleh petinggi parpol koalisi, sedangan beberapa lainnya merupakan para ahli, akademisi, dan praktisi yang tidak berkecimpung dalam politik.
Ada satu sosok yang menjadi sorotan dalam kabinet kerja 2 ini yakni menteri pendidikan dan kebudayaan, Nadiem Makarim.
Nadiem menjadi pembicaraan karena orang ini sama sekali tidak punya background bidang pendidikan. Beliau adalah seseorang yang berkecimpung di dunia start up yakni sebagai pendiri GOJEK.
Cukup aneh memang kebijakan pengangkatan Jokowi ini. Dirasa aneh karena pada jaman pemerintahan sebelumnya tidak ada menteri yang tidak berkecimpung dalam bidang pendidikan. Contohnya Muhajir Effendi mantan rektor Unmuh Malang sebagai pengganti Anies Baswedan yang juga mantan rektor Paramadina.
Bahkan jika ditilik lebih jauh ditelusuri sejak jaman Soeharto, mendikbud dipilih dari praktisi pedidikan baik dosen maupun para ahli yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.
Banyak orang bertanya tentang pengangkatan Nadiem ini. Mengapa dia mengangkat mendikbud bukan ahli pendidikan?
Apa yang mendasari Jokowi memilih orang ini? Apa alasan-alasan dibalik pengangkatannya?
Benar kalau memilih, mengangkat dan memberhentikan menteri adalah hak prerogatif Presiden. Namun, tidak bisa dengan sembarangan bukan.
Yang jelas ganti menteri maka akan ganti pula kebijakan-kebijakan di dunia pendidikan. Sekali salah maka dampaknya akan sangat fatal bagi pendidikan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar