Minggu, 17 Mei 2015

Sosok dan Pemikiran Muhammad Iqbal Tentang Pendidikan

| Minggu, 17 Mei 2015
Beliau adalah salah satu tokoh intelektual Islam pada abad 19. Ia lahir di Sialkot, Punyab (sekarang termasuk wilayah Pakistan) pada tahun 1976. kawasan ini pada awalnya masih termasuk wilayah India. Kemudian setelah Pakistan memisahkan diri dari India dan menyatakan diri sebagai negara merdeka, maka secara otomatis daerah tersebut masuk kedalam wilayah Pakistan. Akan tetapi karena Muhammad Iqbal meninggal sebelum proses pemisahan itu terjadi, maka banyak orang memasukkan Muhammad Iqbal sebagai tokoh pembaharu dari India, bukan Pakistan. Muhammad Iqbal seringkali dikenal sebagai seorang filosof, ahli hukum, pemikir politik, dan sebagai seorang penyair ulung. Gubahan syair-syairnya hampir menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia yang banyak ditulis dalam bahasa Arab, Urdu, Persia, dan Inggris.

Toto Suharto dalam tulisannya Rekonstruksi Pemikiran Pendidikan Islam; Telaah Pemikiran Muhammad Iqbal, menulis tentang bagaimana hegemoni pengetahuan Barat yang kemudian direkonstruksi oleh Iqbal melalui pendidikan Islam yang lebih memberikan makna bagi peningkatan dinamika dan kreatifitas manusia. Tulisan ini berangkat dari kondisi historis umat Islam yang terjajah oleh Barat. Disatu sisi pengetahuan yang dikembangkan di Barat lebih berorientasi pada materialisme, sementara perkembangan pemikiran di dunia Islam mengalami kemundurun yang sangat luar biasa. Maka menurut Toto Suhartoyo, Muhammad Iqbal adalah tokoh muslim pada saat itu yang mencoba mesintesiskan model pemikiran yang tidak memihak ke Barat dan tidak pula Timur (Islam).

Muhammad Iqbal sendiri telah menulis, yang kemudian menjadi sebuah karya master peace-nya, The Reconstruction of religious thought in Islam. Karya ini merupakan tulisan Muhammad Iqbal terbesar dalam bidang pemikiran filsafatnya dalam bentuk prosa. Tema utama dalam buku ini adalah gagasan perlunya diadakannya rekonstruksi pemikiran keagamaan. Ada tujuh hal yang dibahas dalam buku ini, pertama, tentang pengalaman keagamaan dan pengetahuan. Kedua, tentang pembuktian filsafat mengenai pengalaman keagamaan. Ketiga, tentang konsepsi Tuhan dan arti sholat. Keempat, tentang ego manusia yang merdeka dan abadi. Kelima, tentang jiwa kebudayaan Islam. Keenam, tentang prinsip-prinsip gerakan pembaharuan dalam Islam. Ketujuh, tentang kemungkinan-kemungkinan dalam agama.
 
Muhammad Iqbal juga adalah filosof Muslim yang banyak dipengaruhi oleh banyak filosof Barat seperti Thomas Aquinas, Bergson, Nietzsche, Hegel dan masih banyak lagi yang lainnya. Di antara sekian banyak filosof, menurut Donny Gahral, Nietzsche dan Bergsonlah yang paling banyak mempengaruhi Iqbal. Nietzsche dan Bergson sangat mempengaruhi Iqbal khususnya konsepnya tentang hidup sebagai kehendak kreatif yang terus bergerak menuju realisasi. Manusia sebagai kehendak kreatif tidak bisa dibelenggu oleh hukum mekanis maupun takdir sebagai rencana Tuhan terhadap manusia yang ditetapkan sebelum penciptaan. Namun semangat relegius Iqbal menyelamatkannya dari sikap atheisme yang dianut Nitzsche sebagai konsekuensi kebebasan kreatif manusia. Iqbal masih mempertahankan Tuhan dan mengemukakan argumentasi yang bisa mendamaikan kemahakuasaan Tuhan dengan kebebasan manusia. Iqbal juga menolak konsep Nitzsche maupun Bergson tentang kehendak sebagai sesuatu yang buta, khaotis, tanpa tujuan. Iqbal mengatakan bagaimanapun orang sadar bahwa dalam kehendaknya ia memiliki tujuan karena kalau tidak buat apa ia berkehendak, namun Iqbal menolak tujuan sebagai tujuan yang bukan ditetapkan oleh manusia sendiri melainkan oleh takdir atau hukum evolusionistik. Filsafat ketuhanan Iqbal berbeda dengan filsafat ketuhanan kontemplatif karena Iqbal berangkat dari filsafat manusia yang menekankan pengetahuan langsung tentang keberadaan ego atau diri yang bebas-kreatif. Metafisika gerak Iqbal mengemukakan bahwa manusia bukanlah benda statis tetapi suatu aktivitas gerak dinamis-kreatif yang terus merindu akan kesempurnaan. Hidup keberagamaan sendiri menurut Iqbal adalah suatu proses evolusi yang dapat dibagi menjadi tiga tahap, iman, pemikiran dan penemuan. Pada tahap pertama yaitu tahap iman kita menerima apa yang difirmankan Tuhan tanpa keraguan sedikitpun. Pendeknya segala sesuatu yang berasal dari Tuhan adalah mutlak benar karena berasal dari Tuhan dan bukan konstruksi manusia. Pada tahap kedua yaitu tahap pemikiran. Kita tidak sekadar menaati secara buta firman Tuhan melainkan mulai memikirkan maksud dari firman tersebut atau singkatnya kita mencoba memahami secara rasional apa yang kita percayai. Dan pada tahap terakhir yaitu tahap penemuan kita mencapai kontak langsung dengan realitas ultim yang merupakan sumber semua hukum dan kenyataan.
 
Esensi pendidikan Islam menurut Muhammad Iqbal adalah sebagai pengupayaan perubahan ke arah yang lebih baik, yang mengarah pada pengembangan, menurut tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, meniscayakan pendidikan berorientasi pada masa depan masyarakat, bukan masa sekarang, dan atau hanya sekedar pelestarian nilai-nilai semata. Masyarakat sebenarnya tidak bisa dipandang sebagai sebuah sistem yang kaku. Hal ini dikarnakan didalamnya terdapat jaringan-jaringan yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya yang bermuara pada sebuah peristiwa yang bergerak kearah perubahan-perubahan.
 
Menurut Muhammad Iqbal dalam konteks pendidikan, gerakan perubahan suatu masyarakat dan sosial lebih diarahkan pada uapaya bagaimana penyelenggaraan pendidikan diorientasikan untuk menjawab ragam persoalan dan kebutuhan masyarakat dalam gerak bangun kemajuan diberbagai sektor kehidupan. Pendidikan mestinya harus diselenggarakan atas dasar prinsip-prinsip epietemologi yang bener-benar merupakan refleksi nyata atas model gerak manusia dalam mengatur diri dan kediriannya agar dapat benar-benar berfungsi dan difungsikan sebagai penggerak potensi perubahan dan kemajuan diberbagi sektor.
 
Dalam konteks dunia pendidikan, pendidikan persekolahan merupakan wadah strategis dalam mempercepat lahirnya perbaikan-perbaikan dalam berbagai bidang kehidupan ditengah-tengah masyarakat, baik dalam konteks pengembangan individu-individu yang bergabung dalam suatu tatanan masyarakat, maupun dalam konteks kolektifitas dan kelembagaan yang meniscayakan munculnya masyarakat baru yang lebih arif dan tanggap untuk berbuat sesuatu yang mengarah pada perbaikan-perbaikan taraf hidup di berbagai lini. Namun dibalik itu semua, sistem pendidikan mestinya tidak memenjarakan kebebasan dan kreatifitas para pemburu ilmu pengetahuan.
 
Menurut Muhammad Iqbal dalam filsafat Khudi (ego) nya manusia dapat mengubah apa yang ada kearah yang semestinya ada, karena ego manusia dapat membayangkan sebuah dunia baru yang lebih baik dan lebih sempurna dari upayanya membaca masa lalu dan mengaikakan dengan masa sekarang. Muhammad Iqbal tidak sepakat dengan pemikiran Plato dan idealisme yang pada umumnya menganggap bahwa ego manusia hanyalah bayangan jiwanya yang merupakan bagian dari jiwa yang abadi, sehingga ego manusia senantiasa berjuang untuk dapat bersatu pada dengan induknya. Bagi Muhammad Iqbal pandangan semacam ini tidak dapat dijadikan cita moral dan agama serta cerminan dalam dunia pendidikan. Pemikiran semacam ini akan membunuh kebebasan dan kreatifitas manusia dalam pendidikan. Baginya, tujuan ego selalu berjuang untuk mewujudkan dan mengaktualisasikan dirinya dalam realitasnya, sehingga menjadi kepribadian yang mantap dan kukuh sebagai manusia.
 
Muhammad Iqbal juga mengatakan bahwa hakikat manusia adalah segenap kekuatan diri yang akan menentukan siapa ia. Apabila dirinya dapat berkembang dengan baik, maka eksistensinya dalam masyarakat dan dunia pun akan diakui. Jika manusia tidak mengambil prakarsa dan berkeinginan untuk mengembangkan dirinya dan tidak ingin merasakan gejolak batin hidup yang lebih tinggi, maka ruh yang ada padanya akan mengkristal dan perlahan-lahan akan menjadikan dirinya tereduksi kepada benda-benda mati. Dan untuk membangun kembali (rekonstruksi) umat Islam yang telah terpuruk pada kemerosotan dan kemunduran yang berpangkal pada kemerosotan humanitas, menurut Muhammad Iqbal perlu menata dan membangun kembali tata sistem baru dengan mengembangkan potensi diri dan akal manusia yang akan menunjuk pada eksistensi manusia dalam memandang realitas. Terakhir iqbal juga menambahkan bahwa pengembangan manusia mesti dengan memperhitungkan kondisi-kondisi fisik yang merupakan prasyarat bagi keguatan yang dilakukannya dengan penuh kesadaran. Iqbal menganjurkan agar memanfaatkan sumber-sumber material guna pencapaian berbagai tujuan spritual yang paling tinggi. 

Penulis: Jeeny Rahmayana, M.Pd.I
Ketua Prodi & Dosen Institut Agama Islam (IAI) Tafaqquh Fiddin Dumai-Riau

Related Posts

Tidak ada komentar:

Posting Komentar