Senin, 6 Mei 2013 telah dilaksanakan Pilkada Kabupaten Bondowoso, kota kelahiran saya. Sayangnya saya tidak ikut memilih. Bukan karena golput, tapi saya sudah tak lagi punya KTP Bondowoso. Saya sudah berganti menjadi warga Jember sejak menikah tahun 2007. Sehingga tak punya hak memilih bupati.
Ada yang unik dengan pilkada Bondowoso kali ini. Uniknya pasangan calon nomor 1, lima tahun yang lalu adalah musuh politik.
KH. Salwa adalah calon bupati Bondowoso tahun 2009. Salwa kalah oleh Amin yang meraup suara tertinggi waktu itu.
Tahun ini justru 2 orang ini maju dalam pilkada sebagai teman. Amin sebagai bupati dan KH. Salwa sebagai wakil bupati.
Sebagai kandidat, baik Amin maupun Salwa mempunyai basis massa yang kuat. Amin didukung banyak partai dan orang yang loyal. Sedangkan Salwa adalah seorang ulama yang cukup disegani di Bondowoso.
Maka wajar jika kemudian Amin dan Salwa yang dikenal dengan nama Aswaja muncul sebagai pemenang pilkada Kabupaten Bondowoso periode 2013 - 2018.
Mengapa disebut dagelan?
Oleh karena pasangan Aswaja adalah kandidat kuat, maka muncul kemungkinan tidak ada calon yang bisa mengalahkan mereka.
Padahal syarat pilkada paling sedikit ada dua pasang calon untuk melaksanakan pemilihan kepada daerah. Jika hanya satu maka pilkada tidak mungkin dilakukan.
Melihat tidak ada lawan politik, nampaknya kubu Aswaja mengeluarkan jurus politiknya. Maka muncullah boneka politik.
Boneka politik itu bernama pasangan Muna. Muna ini disinyalir hanyalah alat pelengkap administrasi pelaksanaan pilkada Kabupaten Bondowoso.
Maka tak heran pilkada Bondowoso menjadi heboh. Bahkan PKNU, partai yang mengusung Muna, memutuskan menarik dukungannya. Mereka beranggapan Muna hanyalah kedok untuk memuluskan jalan Aswaja.
Bahkan ada selentingan kabar kalau Muna dibiayai oleh Aswaja. Benarkah demikian? Silahkan mencari sumber yang valid di Kabupaten Bondowoso.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar